Pengendalian tikus di lingkungan urban, saat ini pilihan paling praktis dan efektif adalah penggunaan rodentisida sintetik. Terutama kita pelaku pengendalian hama sudah mahir dan terbiasa menggunakan rodentisida sintetik. Rodentisida sendiri adalah bahan kimia yang digunakan untuk pengendalian tikus, baik sintetik maupun nabati. Rodentisida sintetik memberikan efek terhadap tikus yang memakannya yang bersifat akut atau kronis (Basuki et al., 2017). Bersifat akut berarti setelah dimakan oleh tikus, dalam hitungan menit atau jam, maka tikus akan mati… Sedangkan kronis membutuhkan waktu beberapa hari, bahkan sampai hitungan minggu (Garg et al., 2014).

Di industri urban pest control, kita mengenal tiga jenis bahan aktif yang menjadi favorit dalam pengendalian tikus, sebut saja Kumatetralil mewakili gol. I dan Bromadiolon serta Brodifakum dari gol. II, yang semuanya mewakili senyawa kronis (Nosal et al., 2023; Pradana et al, 2021). Pengendalian dengan metode kimiawi menggunakan bahan aktif antikoagulan gol. I maupun gol. II berfungsi untuk menganggu pembentukan vitamin K di organ hati tikus sebagai bahan pembetuk prothrombin (protein pembekuan darah (McGee et al., 2020). Perbedaan bahan aktif gol. I dan gol. II adalah durasi tikus dalam memakan rodentisida sintetik tersebut, jika tikus butuh makan rodentisida beberapa kali dari gol. I (multiple dosage), maka pada gol. II, tikus cukup makan satu kali saja (single dosage) (Tarmadja, 2018).

Dilihat dari efikasinya (kemanjuran), urut-urutannya dimulai dari Bromadiolon, Brodifakum, dan kumatetralil. Uji di laboratorium menggunakan tikus wistar (Rattus norvegicus Berkenhout, 1769), Bromadiolon pada hari ke-4 sudah dapat mematikan tikus wistar, Brodifakum pada hari ke-5, dan Kumatetralil pada hari ke-7. Bromadiolon mampu mematikan 100% hewan uji pada hari ke 7, Brodifakum pada hari ke-9, dan kumatetralil dapat mencapai hari ke-11, bahkan lebih. Bisa terjadi juga masa paparan racun tikus lebih lama jika digunakan untuk tikus riul/Norway rat/Brown rat (Rattus norvegicus, Berkenhout 1769) untuk mematikannya, karena tikus riul di lingkungan sudah dipastikan tidak steril.

Penelitian dengan uji di beberapa rumah sakit di Kota Bandung, saya dan tim menemukan fenomena baru… Kami menggunakan tiga jenis rodentisida sintetik berbahan aktif Kumatetralil, Broadifakum, dan Bromadiolon untuk mengendalikan tikus riul di area luar rumah sakit. Spot yang kami tetntukan adalah area TPS, area luar instalasi gizi, area luar kantin, area luar genset, dan IPAL. Semua area tersebut kami pilih sebagai acuan tempat tikus mencari makan (feeding) dan habitat di lingkungan rumah sakit. Setiap spot area kami tempatkan tiga ratbox sesuai titik yang ditentukan, masing-masing titik mewakili satu bahan aktif rodentisida sintetik. Uji dilakukan oleh tim kami dengan interval waktu setiap empat hari, dan sebanyak delapan kali ulangan terhadap setiap kelompok (Tarmadja, 2018).

Hasil yang didapat, Kumatetralil menempati urutan pertama dalam hal kesukaan (preferensi) terhadap tikus riul, dan Brodifakum menjadi peringkat terbawah dari ketiga bahan aktif yang diuji, dengan persentase berturut-turut adalah kumatetralil (60,3%), Bromadiolon (50,5%), dan Brodifakum (30,2%). Area TPS menjadi area favorit tikus riul untuk kebutuhan asupan makannya (Husni et al, 2023). Mengapa rodentisida berbahan aktif Kumatertralil dan Bromadiolon yang kami gunakan paling banyak disukai tikus riul ? simple dan santai saja pastinya untuk menjawab… Karena area luar di sekitar rumah sakit banyak terdapat warung makan dan warung kaki lima yang menjual beraneka aroma kuliner untuk mencukupi kebutuhan pengunjung rumah sakit. Aneka kuliner umumnya yang dijual banyak mengandung unsur protein (gorengan, telur, ikan, daging, kelapa, dll). Secara native tikus menyukai aroma serealia dan protein (Haidar et al, 2022; Kurniawan et al, 2017; Permana et al., 2023) yang menjadi pakan alami mereka. Kumatetralil dan Bormadiolon yang kami uji memakai atraktan beraroma vanila (salah satu aroma yang mewakili protein). Dapat disimpulkan tikus riul di areal luar rumah sakit tersebut sudah terbiasa dengan sisa makanan yang mayoritas bernuansa protein.

Hasil ini dapat menjadi dasar atau standar prosedur rekan-rekan sahabat pest controller dalam penentuan penggunaan rodentisida sintetik di lingkungan rumah sakit, khususnya di Kota Bandung… So, untuk pilihan dan kesukaan dalam menggunakan rodentisida sintetik, kembali lagi kepada selera sahabat semua.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *